- Generasi Gen Z Cinta Lingkungan, Polda Riau Ajak Siswa SMK Labor Tanam Pohon dan Jaga Hutan
- Menteri P2MI Tanam Pohon Gaharu di Mapolda Riau, Simbol Perlawanan Terhadap Perdagangan Orang
- Polda Riau Ungkap Sindikat TPPO, Menteri Karding: Kejar dan Adili Otak Penyelundupan
- Lemdiklat Polri Gelar Sosialisasi Penjaringan Minat dan Bakat Beasiswa S2/S3 LPDP di Polda Riau
- Satgas Gakkum Operasi Patuh LK 2025 Jaring 75 Pelanggaran Lalu Lintas dengan ETLE Mobile
- Dukung Ketahanan Pangan, Lapas Pekanbaru Panen Raya Melon Sebanyak 62 Kg
- Hari Ke 3 Operasi Patuh LK 2025, Ditlantas Polda Riau Intensifkan Sosialisasi dan Edukasi Keselamatan Lalu Lintas
- Telah Berkoordinasi Dengan KBRI, Menteri Karding Pastikan Kabar Jepang Tutup Akses Bagi PMI itu Hoaks!
- Pangkas Angka Non-Prosedural, Menteri Karding Gratiskan Bea Masuk Barang Pekerja Migran Kembali ke Indonesia
- Ajak Generasi Muda Tak Takut Jadi Pekerja Migran, Menteri P2MI: Gaji Besar, Ilmu Bertambah
Modus Pungli Berkedok Retribusi Sampah, 2 Mantan THL DLHK Ditangkap Polisi Hasilkan Rp5 Juta per Bulan

Keterangan Gambar : Foto : fn Indonesia
FN Indonesia Pekanbaru – Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polresta Pekanbaru berhasil membongkar praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh dua pria dengan modus mengaku sebagai perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru.
Kedua pelaku, yang diketahui merupakan mantan tenaga harian lepas (THL) di DLHK, ditangkap saat tengah melakukan aksinya terhadap pelaku usaha di Jalan SM Amin, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Binawidya, Rabu (7/5/2025).
Kedua tersangka, Khairuddin alias Irul (41) dan Aprizal alias AP (46), ditangkap tangan oleh tim Satreskrim Polresta Pekanbaru saat sedang memungut uang retribusi sebesar Rp60.000 dari sebuah usaha travel. Mereka menggunakan dokumen palsu yang menyerupai surat resmi DLHK untuk meyakinkan korban.
Kapolresta Pekanbaru, Kombes Pol Jeki Rahmat Mustika, dalam konferensi pers yang digelar Kamis pagi, menyatakan bahwa penangkapan dilakukan setelah pihaknya menerima laporan dari masyarakat yang mencurigai adanya pungutan tidak wajar.
"Modus operandi pelaku adalah mencetak sendiri kwitansi kosong dan Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD) palsu. Dokumen itu dibuat menyerupai milik DLHK untuk menipu para pelaku usaha seolah-olah itu retribusi resmi pemerintah," jelas Kombes Jeki, didampingi Kasat Reskrim Kompol Bery Juana Putra.
Dari hasil pemeriksaan, kedua pelaku mengaku telah melakukan aksi pungli ini sejak Februari 2025. Dalam sebulan, mereka bisa mengumpulkan uang hingga Rp5 juta dari puluhan pelaku usaha kecil seperti travel, toko kelontong, dan usaha rumahan lainnya. Mereka meminta uang dalam kisaran Rp50.000 hingga Rp300.000 dengan dalih sebagai retribusi kebersihan.
“Para pelaku ini memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman mereka selama bekerja di DLHK, serta atribut-atribut yang masih mereka miliki untuk melancarkan aksi penipuan. Mereka juga mencetak dan menggunakan salinan surat keputusan palsu dari Kemenkumham untuk memperkuat kesan legalitas,” jelas Kompol Bery.
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang tunai sebesar Rp1.213.000, dua bundel kwitansi kosong bertuliskan DLHK, sepuluh lembar kwitansi putih, satu rangkap SKRD palsu, serta dokumen palsu lainnya yang mengatasnamakan badan hukum.
Kombes Jeki menambahkan bahwa pihaknya saat ini masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Ia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap pungutan liar dan segera melaporkan jika menemukan kegiatan mencurigakan.
"Kami tegaskan bahwa segala bentuk pungutan harus sesuai dengan prosedur resmi. Masyarakat jangan segan melaporkan jika merasa dirugikan atau diintimidasi oleh oknum yang mengaku sebagai petugas dinas," tandasnya kepada awak media.
Atas perbuatannya, kedua pelaku kini mendekam di tahanan Polresta Pekanbaru dan dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan, dan/atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. (***)