Buronan 7 Tahun Kasus Korupsi Kapal Motor Inhil Ditangkap di Kampar, Dieksekusi ke Lapas Pekanbaru

Buronan 7 Tahun Kasus Korupsi Kapal Motor Inhil Ditangkap di Kampar, Dieksekusi ke Lapas Pekanbaru

By FN INDONESIA 31 Jul 2025, 19:43:19 WIB Daerah
Buronan 7 Tahun Kasus Korupsi Kapal Motor Inhil Ditangkap di Kampar, Dieksekusi ke Lapas Pekanbaru

Keterangan Gambar : Foto : fn Indonesia


FN Indonesia Pekanbaru – Setelah tujuh tahun buron, pelarian Nursahir AMD, terpidana kasus korupsi pengadaan kapal motor dan alat tangkap ikan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), akhirnya berakhir.

Tim gabungan dari Satuan Tugas Intelijen Reformasi Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhil berhasil menangkap Nursahir di wilayah Kabupaten Kampar, Kamis (31/7/2025) sekitar pukul 13.30 WIB. 

Penangkapan dilakukan di Jalan Sukamaju, Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, setelah tim intelijen menerima informasi valid mengenai keberadaan terpidana. Nursahir yang sempat hidup berpindah-pindah selama masa pelariannya di wilayah Riau, tidak melakukan perlawanan saat diamankan. 

Baca Lainnya :

"Terpidana merupakan buronan dalam perkara korupsi kegiatan peningkatan produksi perikanan, khususnya dalam paket pengadaan dua unit Kapal Motor 5 GT lengkap dan 30 pieces gill net untuk Desa Panglima Raja dan Desa Concong Luar, Kecamatan Concong, Inhil, Tahun Anggaran 2012," ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Sapta Putra, dalam keterangan pers di Pekanbaru, Kamis sore. 

Sapta menjelaskan, perkara ini bermula dari vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru tahun 2015. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Nursahir dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. 

Namun, majelis hakim memutuskan hukuman lebih ringan, yakni 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan. Tidak puas, JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau, namun putusan banding tetap menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. 

Merasa keadilan belum terpenuhi, JPU kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 20 Maret 2018, MA mengabulkan kasasi dan memperberat hukuman Nursahir menjadi 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider 6 bulan penjara. Putusan tersebut tertuang dalam Putusan MA RI Nomor: 1900 K/Pid.Sus/2017. 

Saat proses hukum berjalan di pengadilan tingkat pertama, Nursahir sempat ditahan, namun kemudian dilepaskan demi hukum karena masa penahanannya telah habis dan tidak diperpanjang. Sejak saat itu, Nursahir menghilang dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). 

"Terpidana kabur saat proses hukum belum berkekuatan hukum tetap. Ia dibebaskan karena tidak ada lagi alasan penahanan. Selama dalam pelarian, ia hanya berpindah-pindah di sejumlah kabupaten di Riau, termasuk Pekanbaru," terang Sapta. 

Setelah ditangkap, Nursahir langsung dibawa ke Kejati Riau untuk proses administrasi, kemudian dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru guna menjalani sisa hukumannya sesuai putusan MA. 

Kejaksaan menegaskan bahwa penangkapan buronan korupsi seperti ini menjadi prioritas utama, sebagai bentuk komitmen penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 

"Penangkapan ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menuntaskan semua perkara hukum, terutama korupsi yang merugikan keuangan negara dan merampas hak masyarakat," pungkas Sapta. (***)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment